Banyak hal dalam hidup ini yang dipengaruhi oleh paradigma kita dalam melihat situasi yang ada. paradigma menjadi landasan awal saat kita akan melakukan sesuatu. Paradigma yang keliru akan membuat diri kita menjadi salah arah dalam hidup ini, baik itu dalam urusan duniawi maupun dalam urusan ukhrawi.
Mengenai harta, harta dititipkan kepada kita agar menjadi jalan penunjang untuk kehidupan akhirat kita. Jadi jika semakin banyak harta yang dapat kita maksimalkan untuk membuat kehidupan akhirat kita lebih baik, mengapa kita sering membatasi diri kita untuk menjemput harta lebih banyak, dan memanfaatkannya untuk mendapatkan pahala yang melimpah di akhirat kelak
Memang betul harta akan dipertanggungjawabkan saat kita dihisab nanti, tetapi jika kita tidak terlalaikan oleh harta, dan malah iman kita menjadi lebih kuat oleh karena harta yang kita miliki, maka jangan batasi kesempatan yang ada di hadapan kita dalam mendapatkan harta.
Catatan yang paling penting adalah, dalam menjemput harta, jangan sekali - kali mencoba mendapatkannya dengan cara-cara yang dilarang oleh Allah SWT. Jangan sekali - kali kita mendapatkannya dari cara yang haram, dari mencuri, riba, korupsi, kolusi, nepotisme dan cara-cara yang tidak dibenarkan lainnya.
Jangan sampai waktu yang bisa kita manfaatkan untuk menjemput harta dan tahta dikalahkan oleh hal - hal diluar ibadah kita kepada Allah. Kita sangat boleh menjauhi harta dan tahta manakala kita lebih mengutamakan ibadah kepada Allah. Apabila waktu yang kita miliki lebih digunakan untuk hal yang sia - sia, lebih baik kita mencari harta dan tahta. siapa tahu harta kita nanti bisa kita wakafkan dan kita sedekahkan kepada yang lebih berhak. Sehingga amal kita menjadi bertambah banyak untuk bekal akhirat kita.
Ketika kita sudah menemukan jalan yang terbaik bagi diri kita dalam hal menjemput harta, dani hari ke hari harta kita semakin banyak, maka kita harus bisa mengatur keuangan kita. Satu hal yang pasti adalah berikan porsi yang lebih besar untuk keperluan kita di akhirat nanti, baik itu zakat, infaq, sedekah, wakaf dan lain sebagainya.
Jangan sampai kita memiliki target saat kita mendapatkan harta yang banyak dengan yang sifatnya foya - foya atau dihabiskan untuk hal - hal yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Rumusnya adalah di prioritas kita saat kita memiliki harta tersebut.
Prioritas dalam manajemen keuangan seorang muslim,
1. Zakat
2. Kebutuhan Dasar
3. Infaq, Sedekah, Wakaf
4. Investasi
5. Tabungan
6. Keinginan
Jika kita bisa menempatkan prioritas dengan sebaik - baiknya, maka kita bisa memanfaatkan harta yang dititipkan kepada kita menjadi sarana bagi kita untuk mendapatkan Ridho dari Allah SWT. Kita bisa menjadikan harta menjadi senjata kita di akhirat untuk mempermudah langkah kita masuk ke dalam surga.
Ketika kita memang rumah dan kendaraan bisa membuat kta lebih beriman kepada Allah, lebih bertaqwa kepada Allah, maka usahakanlah untuk membeli rumah dan kendaraan. Investasikan dan Tabunglah uang kita agar suatu saat kelak kita bisa membeli rumah dan kendaraan dengan cara yang halal.
Hati - hati jika kita menempuh cara yang salah dalam mendapatkan sesuatu. Ekstrimnya begini, jika kita sebenarnya tidak perlu rumah, jangan beli rumah, ngontrak saja. Jika kita sebenarnya tidak perlu Kendaraan, maka jangan beli kendaraan, pakai saja kendaraan umum. Kita pasti sanggup untuk membeli rumah dan kendaraan, tinggal masalahnya mau atau nggak? kalau kita niatkan dengan sungguh - sungguh kita pasti mendapatkannya. Tetapi Jika kedua hal tersebut malah menjadikan kita sombong dan takabur, maka tinggalkanlah.
Daripada membuat kita sombong dan takabur, jauh dari Allah, lebih baik uangnya kita manfaatkan untuk hal - hal yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah. Misalnya bila kita belum hafal Al-Quran, maka daftarkan diri kita dan anak - anak kita ke pesantren hafidz Al-Quran. Bila masjid disekitar kita sedang membutuhkan dana untuk pembangunan dan perluasan mesjid, maka sebaiknya harta kita digunakan untuk wakaf. Dan hal - hal lainnya.
Islam tidak melarang kita bertahta dan kaya harta, kalau islam melarangnya, sudah pasti Nabi Muhammad SAW tidak akan mendirikan negara islam dan mendapuk dirinya sebagai pemimpin negara tersebut, dan juga tidak akan ada sahabat nabi seperti ustman Bin Affan dan Abdurahman Bin Auf. Jika Allah melarang kita bertahta dan kaya harta, maka Allah tidak akan menjadikan Nabi Sulaiman memiliki keduanya.
Islam melarang kita mengeluarkan harta untuk hal - hal yang tidak perlu yang cenderung mudharat. Karena setiap satu sen dari harta yang kita keluarkan, maka hal tersebut kita pertanggungjawabkan. Allah juga sangat membenci pemimpin yang Zhalim. Setiap 1 keputusan apapun yang berhubungan dengan kemaslahatan ummat, akan dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah SWT.
Zuhud & Tawadhu TIDAK SAMA DENGAN Malas!
Tidak Kaya dan Tidak Bertahta Bukan berarti boleh bermalas - malasan dan berpangku tangan. Harusnya ketika kita tidak diberi harta yang banyak dan kekuasaan yang tinggi maka itu kesempatan bagi kita untuk beribadah di jalan yang lain. Bukan berarti berdiam diri! malah nonton dan nongkrong seharian tanpa berkarya ataupun memperbanyak kuantitas ibadah mahdah kita kepada Allah.
Sangat ironis sekali, ketika banyak orang yang seringkali "mengatai" orang berharta dan berkuasa dengan berkata "mereka tanggung jawabnya berat" tetapi sekaligus mereka bekerja/berkarya tidak seoptimal yang seharusnya. Mereka harusnya evaluasi diri, apa kontribusi yang telah dilakukan untuk kehidupan di dunia dan di akhirat?!
Besar kecil harta yang didapat tidak akan berpengaruh di sisi Allah, tapi yang menjadi pertimbangan saat dihisab nanti adalah, apakah waktu yang kita lalui diisi dengan hal yang bernilai ibadah atau sia-sia.
Bukan Tinggi dan rendahnya jabatan dan kekuasaan kita yang menentukan
Bukan pula banyak atau sedikitnya harta kekayaan yang dimiliki
Tetapi, SEFEKTIF apakah kita menggunakan WAKTU yang diberikan oleh Allah kepada kita Di Dunia
Jadi.. Ujian yang Terberat diamanahkan kepada manusia itu Bukan Harta dan Tahta, Tapi WAKTU.
;-(
ReplyDelete